Film Pendek Terbaik Karya Rumah Produksi di Indonesia

AMANDA ANDINA NUGROHO

Vicky ICCN Rumah Produksi Paradise Picture

Paradise Picture merupakan salah satu rumah produksi tertua yang didirikan pada tahun 2008 oleh Vicky. Tidak hanya berfokus pada produksi film, video, dan iklan, rumah produksi ini mengekspansi layanannya dengan layanan virtual event dan broadcasting untuk tetap bertahan di tengah pandemi Covid-19. Banyak karya yang sudah dihasilkan oleh Paradise Picture, salah satu film yang tayang di bioskop malang yaitu Darah Biru Arema.

Rilis tahun 2014, film Darah Biru Arema sendiri menceritakan tentang kehidupan sehari-hari Arek Malang. Terselip berbagai pesan kehidupan dalam karya ini seperti persaudaraan, loyalitas, persatuan, kreativitas, serta semangat anak muda. Diharapkan melalui karya ini, banyak dampak positif yang bisa dijadikan pembelajaran bagi masyarakat untuk taat peraturan dalam kehidupan bermasyarakat. Salah satu cerita yang diangkat dalam film ini yaitu keseharian berkendara di jalan raya Malang. Setelah suksesnya film Darah Biru Arema, muncul ide untuk membuat sekuel Darah Biru Arema 2. Pemutaran pertamanya dilakukan pada saat acara screening yang diadakan penggemar klub sepakbola Arema FC pada tahun 2018. Film ini diputar selama 7 hari dengan capaian penonton sebesar 10 ribu.

Selain film Darah Biru Arema yang diproduksi oleh Paradise Picture, masih banyak film pendek karya rumah produksi di Indonesia yang dapat kamu nikmati selama masa pandemi ini. Berikut beberapa daftar film pendek terbaik Indonesia!

Tilik

Rilis di tahun 2018, film ini ditayangkan di platform Youtube pada tahun 2020 dan berhasil menjadi trending topic Twitter dengan cuitan lebih dari 28 ribu. Film ini sendiri juga berhasil menarik perhatian sutradara Joko Anwar dengan komentarnya “sederhana tapi gigit”. Tidak hanya itu, terdapat tokoh ikonik dari film ini yang mencuri perhatian para penonton yaitu Bu Tejo dengan mulut pedasnya yang suka bergosip.

Dilihat dari judul film, kata “Tilik” memiliki arti menjenguk. Sama seperti yang diceritakan dalam film, ditayangkan sekelompok ibu-ibu dari desa sedang melakukan perjalanan menggunakan truk terbuka untuk menjenguk ibu kepala desa yang sedang dirawat. Dalam perjalanan inilah disorot adegan ibu-ibu sedang bergosip sebagai konten utama dari film ini. Tentunya dalam adegan obrolan gosip, Bu Tejo yang dikenal suka bergosip memantik obrolan ibu-ibu tentang Dian, seorang kembang desa di tempat tinggal mereka. Berhasil mengompori ibu-ibu lain, terdapat Yu Ning sebagai tokoh yang mengingatkan Bu Tejo untuk menjaga ucapannya yang belum tentu benar.

Kisah yang disajikan dalam film Tilik ini memberikan banyak pelajaran serta fenomena yanng relevan dan sering terjadi di tengah masyarakat. Dengan pengemasan film yang asyik dan sederhana, film ini mudah dipahami dan dapat menggelitik para penontonnya.

Anak Lanang

Film ini merupakan karya produksi dari Ravacana Films dan Humoria Films dan disutradarai oleh Wahyu Agung Prasetyo. Diproduksi pada tahun 2017, film ini diambil dengan latar waktu pulang sekolah yang bertepatan dengan hari Ibu serta menampilkan jalanan perkampungan di Kota Jogja. Anak Lanang berhasil meraih beberapa penghargaan, diantaranya yaitu Honorable Mention Panasonic Young Film Maker 2018, Outstanding Achievement Indonesian Film Festival 2019, dan Best Film Indonesian Short Film Festival SCTV 2019.

Bercerita tentang 4 anak yang sedang pulang sekolah menggunakan becak, mereka bernama Sul, Sigit, Yudho, dan satu lagi tidak disebutkan dalam film. Dalam perjalanan pulang, mereka berempat membahas keseharian mereka mulai dari anak baru, PR, bermain PS, dan Hari Ibu. Film ini berdialog menggunakan Bahasa Jawa namun tetap disediakan subtitle sehingga para penonton masih dapat memahami apa yang diperbincangkan keempat anak tersebut.

Lemantun

Merupakan tugas akhir dari seorang Wregas Bhanuteja untuk meraih gelar kelulusannya di Institut Kesenian Jakarta pada tahun 2014, film ini juga diputar pada Jogja Asian-Netpac Film Festival 2014. Tidak hanya itu, film ini juga berhasil meraih Piala Maya Citra 2015 untuk kategori Film Cerita Pendek Terpilih serta penghargaan Film Pendek Fiksi Terbaik XXI Short Film Festival 2015 dari pilihan Juri Indonesian Motion Picture Associations (IMPAS). Film ini akhirnya hadir dan bisa dinikmati oleh masyarakat melalui platform Youtube di tahun 2020.

Lemantun sendiri memiliki arti lemari dalam Bahasa Jawa. Dalam film ini diceritakan seorang Ibu yang membagikan warisan untuk kelima anaknya dengan satu anak mendapat satu lemari. Sebagai penanda lahirnya anak-anak tersebut, ibu memilih lemari yang merupakan simbol rahim. Film mencapai konflik ketika seorang anak bernama Tri kebingungan saat harus memindahkan lemari tersebut. Di sinilah poin yang menarik perhatian para penonton. Kisah dalam film sendiri berasal dari kisah nyata keluarga Wregas, film ini berhasil Ia kemas secara apik dan ciamik.

Natalan

Film berdurasi 28 menit ini merupakan hasil arahan dari Sidharta Tata dengan dialog berbahasa Jawa. Dengan kualitas akting yang menjiwai, film pendek ini berhasil masuk nominasi Festival Film Indonesia di tahun 2015. Menceritakan tentang dilema seorang Resnu sebagai seorang anak tunggal yang sudah tidak lama menengok Ibunya di Jogja. Dirinya sudah berjanji untuk datang ke Jogja di misa malam natal. Disamping itu, Resnu memiliki seorang istri dengan sifat yang dominan dan egois bernama Dinda. Hal ini membuat kurang memahami keadaan suaminya. Saat hari mendekati perayaan malam natal, Resnu harus memilih untuk pergi ke Jogja menjenguk Ibunya yang sudah lama tidak bertemu atau menghampiri keluarga Dinda di Solo. Pada ending cerita disajikan bagaimana Ibu Resnu menyikapi malam natal tersebut.

Singsot

Termasuk dalam salah satu hasil produksi Ravacana Films, Singsot berdurasi hanya 14 menit namun dapat menyampaikan pesan film dengan baik. Film yang disutradarai oleh Wahyu Agung Prasetyo ini berhasil meraih penghargaan Winner Film Horror Terbaik Taman Film Festival Bandung 2017, Winner Film Terbaik Fiagra Horor Film Festival 2016, dan Official Selection Jogja-NETPAC Asian Film Festival 2017.

Singsot merupakan Bahasa Jawa dari kata “siulan”. Merupakan poin utama yang diangkat dalam cerita, film ini mengisahkan tentang seorang anak yang penasaran dengan apa yang akan terjadi jika ia bersiul di malam hari. Ditayangkan adegan seorang nenek sedang melarang kakek dan cucunya (si anak) yang masih bersiul untuk berkomunikasi dengan burung peliharaan mereka. Dalam mitos Jawa, bersiul di malam hari pamali dan dapat mengundang teror. Karena sifat si anak yang ngeyel, ia pun menantang mitos tersebut untuk mengetahui apa yang terjadi setelah ia bersiul di malam hari.
Created with