Mengenal Sineas Indonesia dengan Karya yang Patut Diacungi Jempol
Mar 31 / Nesia Qurrota A’yuni
Sumber:vecteezy.com
Belakangan ini industri perfilman Tanah Air mulai menunjukkan tren yang positif. Setelah mati suri saat pandemi, berbagai jenis film berhasil dirilis. Bahkan beberapa di antaranya sukses menarik jutaan penonton, seperti KKN di Desa Penari yang mampu pecah rekor dengan meraup 9 juta lebih penjualan tiket.
Selain dari segi komersial, film Indonesia juga terus menunjukkan prestasi di kancah dunia. Misalnya film Kucumbu Tubuh Indahku yang berhasil menyabet International Cinephile Society Awards (2019) dan Guadalajara International Film Festival (2019). Atau juga Prenjak yang terpilih sebagai film pendek terbaik di Semaine de la Critique 2016, Cannes. Di samping itu, perjalanan Mbah Sri (95) dalam film Ziarah juga diganjar penghargaan pada Asean International Film Festival and Awards 2017.
Ada sederet pesan yang ingin disampaikan para sineas Tanah Air dalam setiap karya yang dibuat. Mulai dari masalah sosial, politik, budaya, ekonomi, dan masih banyak lagi. Tak jarang beberapa di antaranya cukup terkait dengan kehidupan sehari-hari masyarakat. Oleh karena itu, beberapa film kadang hadir untuk membentuk pola pikir tertentu atau membawa pesan persuasif khusus.
Nah, bermunculannya film-film berkualitas tersebut tidak bisa lepas dari tangan kreatif para sineas dalam negeri. Merekalah yang menghidupkan perfilman Indonesia sejak pertama diproduksi hingga era sekarang. Supaya lebih kenal dan bangga, yuk simak profil mereka berikut.
1. KELOMPOK PELOPOR
- Usmar Ismail
- Usmar Ismail

Usmar Ismail dok Kemendikbud
Usmar Ismail dikenal sebagai Bapak Film Indonesia. Ia berpandangan bahwa sebuah film tidak mesti selalu bersifat komersial. Maka, film menjadi karya seni yang bebas dan harus bisa mencerminkan kepribadian nasional.
Pemikiran itulah yang membuat Presiden B.J. Habibie menetapkan 30 Maret sebagai Hari Film Nasional. Itu menandai diproduksinya film Darah dan Doa (Long March of Siliwangi) karya Usmar Ismail.
Di samping Darah dan Doa, beberapa karya Usmar Ismail juga meraih kepopuleran pada periode 1950 hingga 1960-an. Film tersebut di antaranya, Enam Jam di Yogya (1951), Dosa Tak Berampun (1951), Krisis (1953), Kafedo (1953) Lewat Jam Malam (1954), Tiga Dara (1955), dan Pejuang (1960).
- Teguh Karya
- Teguh Karya

Teguh karya dok Kinescope Magz
Memasuki era 1970-1980-an bisa dibilang menjadi milik Teguh Karya. Sutradara yang bernama asli Liem Tjoan Hok itu merupakan pendiri teater modern pertama di Indonesia, yaitu Teater Populer. Teater tersebut kemudian berkembang menjadi semacam laboratorium kreatif yang berhasil menelurkan berbagai ide hingga film.
Bersama Teater Populer, Teguh berhasil menciptakan 13 film. Salah satu yang paling populer adalah Badai Pasti Berlalu (1977). Sementara judul lainnya antara lain, Wajah Seorang Laki-Laki (1971), Cinta Pertama (1973), Kawin Lari (1975), November 1828 (1978), Usia 18 (1980), dan lain sebagainya.
Dari berbagai film yang diciptakan Teguh dikenal dengan mengangkat narasi kelas sosial dan melodrama. Selain itu, beberapa filmnya juga menyinggung masalah diskriminasi yang ia alami sebagai keturunan Tionghoa pada era Orde Baru.
- Garin Nugroho
- Garin Nugroho

Garin Nugroho dok FFI
Garin Nugroho mengawali kariernya sebagai sutradara film dokumenter pada tahun 1980-an. Meski begitu, namanya baru mulai diperbincangkan saat ia memenangi penghargaan Film Terbaik pada Festival Film Indonesia 1991 untuk film panjang pertamanya, Cinta dalam Sepotong Roti (1990). Setahun setelahnya, Garin mulai merambah panggung film internasional dengan film Surat untuk Bidadari (1992).
Nama Garin pun kian melejit dan seakan menjadi langganan di berbagai festival film internasional. Misalnya, pada perayaan 250 tahun Mozart (2006), Garin terpilih menjadi satu dari enam innovative directors dunia untuk membuat film, salah satunya adalah Opera Jawa.
Dari berbagai karyanya, Garin dikenal karena mengangkat tema budaya dengan cerita yang sederhana tapi merefleksikan sifat manusia. Salah satunya tercermin dalam film Kucumbu Tubuh Indahku (2018) yang banyak menyita perhatian publik kala itu. Tema budaya menurutnya adalah pembuktian bahwa seni merupakan prioritas pertumbuhan bangsa. Jadi tidak hanya selalu membahas politik maupun ekonomi.
- Riri Riza
- Riri Riza

Riri Riza dok Wikipedia
Di tahun 1990-an film Indonesia mengalami kelesuan terparah dalam perkembangannya. Kiprah Riri Riza atau yang bernama lengkap Mohammad Rivai Riza menjadi salah satu yang membangkitkan perfilman Tanah Air kala itu. Hal tersebut ditandai dengan perilisan film anak-anak bergenre musikal, Petualangan Sherina (2000). Film yang digarap Riri dan Mira Lesmana itu berhasil menciptakan kelompok penonton baru dalam industri perfilman Indonesia, yaitu anak-anak.
Film Riri lainnya yang cukup melegenda adalah Ada Apa dengan Cinta (2002). Film ini bahkan cukup digemari di Malaysia dan Singapura. Riri kemudian kembali menggunakan tokoh anak sebagai pemeran utama pada film Laskar Pelangi (2008). Film yang merupakan adaptasi dari novel Andrea Hirata itu kemudian memiliki sekuel, yakni Sang Pemimpi.
Sebagai seorang sutradara, fokus utama Riri bukanlah bagaimana film buatannya terjual. Akan tetapi, yang dia pikirkan adalah kelangsung ceritanya, dari mulai struktur, alur, hingga bagaimana itu bisa menjadi karya yang utuh.
- Arifin C. Noer
- Arifin C. Noer

Arifin C. Noer dok Wikipedia
Mengawali karier sebagai wartawan, Arifin C. Noer kemudian bertransformasi menjadi sutradara sekaligus penulis naskah. Karya Arifin dikenal dengan menghadirkan perpaduan antara dunia nyata dan fantasi. Hal itu seperti tergambar dalam lakon Kocak Kacik yang memuat imajinasi akan hadirnya superhero. Kadang, dia juga terinspirasi dari permasalahan yang kerap dihadapi masyarakat akar rumput, misalnya terlihat dalam film Kapai-kapai (1981).
Selama berkarier menjadi sutradara, film Arifin telah dianugerahi penghargaan nasional dan internasiona. Sebagai contoh dalam film Pemberang ia dinobatkan penulis skenario terbaik Festival Film Asia 1972 dan mendapatkan piala The Golden Harvests. Lalu dalam Festival Film Indonesia tahun 1973 dan 1974, Arifin menyabet Piala Citra sebagai penulis skenario terbaik untuk Rio Anakku (1974) dan Melawan Badai (1974).
2. KELOMPOK SUTRADARA MUDA
- Raphael Wregas Bhanuteja
- Raphael Wregas Bhanuteja

Wregas Bhanuteja dok IKJ
Di antara deretan sutradara muda, Raphael Wregas Bhanuteja (30) menjadi salah satu yang cukup mencuri perhatian. Namanya melejit setelah film garapannya, Prenjak, menjuarai Festival film Cannes pada 2016 lalu. Dari film Prenjak yang berdurasi 12 menit-an itu, Wregas menampilkan potret kehidupan yang terjadi di Yogyakarta pada tahun 80 hingga 90-an.
Setelah itu, ia debut membuat film panjang berjudul Penyalin Cahaya pada 2021. Meski proses pembuatnya penuh tantangan karena Indonesia tengah dilanda pandemi, film yang mengangkat isu kekerasan seksual itu berhasil memukau juri di Festival Film Indonesia tahun 2021. Penyalin Cahaya menyabet gelar film panjang terbaik dan sutradara terbaik.
- Bene Dion
- Bene Dion

Bene Dion dok Bene Dion
Awalnya Bene Dion adalah seorang komika, tapi kini dia lebih dikenal sebagai sutradara. Debut melalui film Ghost Writer (2019), Bene mendapat banyak pujian hingga karyanya menjadi salah satu yang ditunggu-tunggu.
Tiga tahun berselang Bene merilis film Ngeri-Ngeri Sedap. Film yang berlatar di Danau Toba itu sukses memukau banyak penikmat film. Puncaknya, Ngeri-Ngeri Sedap terpilih menjadi film yang mewakili Indonesia mengikuti seleksi Piala Oscar 2023. Film bergenre komedi tersebut diajukan untuk kategori Film Fitur Internasional (The International Feature Film Award).
- Yosep Anggi Noen
- Yosep Anggi Noen

Yosep Anggi dok IMDB
Mulai terjun ke dunia film sejak 2009 lalu, Yosep Anggi Noen dikenal sebagai sutradara yang punya visi kuat dalam berkarya. Dia seringkali mengangkat berbagai isu yang terjadi di masyarakat tapi kemudian dikemas dalam tontonan yang begitu rapi.
Untuk filmnya, Anggi memilih jalur independen. Beberapa di antaranya memiliki judul yang tergolong nyentrik, misalnya Hiruk Pikuk Si Al-Kisah (The Science of Fictions), Kisah Cinta yang Asu, atau Ballad of Blood and Two White Buckets.
Lalu, lewat film Istirahatlah Kata-kata, Anggi memperoleh penghargaan film terbaik dalam ajang Bangkok ASEAN Film Festival (BAFF) 2017 dan nominasi dalam FFI 2017.
- B.W. Purba Negara
- B.W. Purba Negara

B. W. Purba Negara dok B. W. Purba Negara
B.W. Purba Negara berhasil mencuri perhatian publik lewat film Ziarah yang dirilis pada 2016. Sutradara asal Yogyakarta itu menggandeng Ponco Sutiyem, nenek berusia 95 tahun, yang tidak memiliki latar belakang akting untuk menjadi pemeran utama. Ziarah memuat perjalanan Ponco mencari makam suaminya yang konon mati ditembak penjajah. Ini merupakan film ke-13, sekaligus film fiksi panjang pertama B.W. yang masuk layar bioskop.
Sepanjang kariernya menjadi sineas, B.W. kerap menantang dirinya untuk mencoba hal baru pada setiap filmnya. Misalnya kala dia membuat film pendek Bermula dari A pada 2011 lalu, ia menjadikan perempuan tunanetra dan laki-laki tunarungu sebagai tokoh utama. Di samping itu, B.W. juga terkenal dengan gaya khasnya menghadapkan para tokoh utama dengan lawan main yang berbeda latar belakang yang berbeda. Misalnya dalam film Doremi & You, B.W. menampilkan empat anak dari daerah dan suku yang berbeda.
- Arie Surastio
- Arie Surastio

Arie Surastio dok Zetizen
Nama Arie Surastio sukses mencuri perhatian lewat filmnya yang berjudul Musim Bepergian (The Travelling Period). Film berdurasi 18 menit itu menceritakan kondisi sawah di Indonesia yang makin hari lahannya makin sempit dan suasananya kian sepi. Kisah tersebut kemudian berhasil menembus Pacific Meridian International Film Festival Rusia tahun 2016.
Di samping itu, film lain yang digarap Arie adalah Polah (2014). Film yang mengisahkan seorang laki-laki bernama Jalu itu berhasil masuk dalam nominasi FFI 2014 untuk kategori film pendek terbaik.
Itulah sepuluh sineas yang mewarnai perkembangan film Indonesia dari waktu ke waktu. Terus dukung film Indonesia dengan mengaksesnya di tempat atau platform resmi, ya.
Empty space, drag to resize
Kelas
\Learnworlds\Codeneurons\Pages\ZoneRenderers\CourseCards
Artikel Terbaru

Temukan panduan terbaik di bidang kreatif, belajar dari pelaku industri, dan mulai bisnis impianmu hari ini!
Copyright © 2020
Daftarkan dirimu untuk Karena Melangkah
Segera.
Thank you!