Melihat Ragam Gaya Arsitektur di Indonesia dari Masa ke Masa

Sarita Laras
Sumber:freepik.com
Dunia arsitektur terus berubah dari satu waktu ke waktu. Hal itu terjadi seiring perubahan kebiasaan manusia dan perkembangan teknologi yang cukup pesat.

Indonesia sebagai negara majemuk memiliki keberagaman suku, ras, budaya, adat, alam, dan lainnya. Kekayaan tersebut kemudian turut berpengaruh kepada perkembangan gaya arsitektur di dalam negeri. Di beberapa bangunan berkonsep modern misalnya, para arsitek mengambil inspirasi dari budaya masyarakat setempat. Di antaranya, bangunan Menara Phinisi Universitas Negeri Makassar yang terinspirasi perahu khas suku Bugis dan bandara Banyuwangi dengan green architecture-nya yang berkonsep ikat kepala suku Osing.

Nah, untuk makin mengenal ragam desain arsitektur di Indonesia dari masa ke masa, berikut ini merupakan empat gaya arsitektur yang mewakili satu periode tertentu.

Modern

Sumber: Lawang Sewu dok KAI
Era arsitektur modern diperkirakan mulai berkembang pada akhir abad ke-19. Saat itu tengah berlangsung revolusi industri di berbagai negara sehingga mengakibatkan pergeseran dari konstruksi bangunan bersifat tradisional menjadi bangunan fungsional berteknologi baru. Pada masa ini, dunia arsitektur berkembang dengan karakteristik yang mencerminkan budaya kawasan.

Di Indonesia, gaya arsitektur modern umumnya terbagi menjadi dua aliran, yaitu:

  • Arsitektur Kolonial

Gaya bangunan pada aliran ini dipengaruhi oleh penjajahan Pemerintah Kolonial Belanda. Penjajah menyesuaikan gaya arsitektur modern di Belanda dengan kondisi iklim tropis di Indonesia. Beberapa bangunan yang membawa konsep ini antara lain, Lawang Sewu di Semarang, Museum Fatahillah, Museum Bank Indonesia, dan masih banyak lagi.
Sumber: Stroom Coffee dok Manual
Di samping itu, salah satu bangunan yang memiliki interior bergaya Kolonial adalah Stroom Coffee. Kedai kopi kekinian yang berada di kawasan Gambir, Jakarta Pusat, ini memanfaatkan bangunan bekas gedung Nederlandsch Indische Gas Maatschappij (Perusahaan Gas Hindia Belanda) pada 1897. Pada 2011, bangunan ini termasuk dalam cagar budaya dan dilindungi Pemerintah Provinsi Jakarta.

  • Arsitektur Awal Kemerdekaan

Pada awal kemerdekaan karakteristik arsitektur di Indonesia mulai melepaskan diri dari gaya Kolonial. Saat itu mulai muncul berbagai arsitek dalam negeri sehingga terjadi modernisme dan nasionalisme mulai 1950-an. Hal tersebut ditandai dengan munculnya gedung-gedung pencakar langit, gedung yang bercirikan Indonesia, dan diaplikasikannya teknologi pada teknik konstruksi serta material yang digunakan.
Sumber: Bumi Sangkuriang Ciumbuleuit dok TourBandung
Salah satu nama gaya arsitektur pada masa itu adalah arsitektur Jengki. Gaya ini mengedepankan  karakteristik ke-Indonesia-an, seperti interiornya yang lebih terbuka dan cukup unik karena desainnya menampilkan bentuk bangunan yang asimetris. Kamu bisa melihat balai pertemuan Bumi Sangkuriang di Kota Bandung sebagai contohnya. Pada atap bangunan tersebut tampak kedua sisi atap tidak saling bertemu sehingga menyisakan ruang untuk dimanfaatkan sebagai ventilasi udara dan sumber pencahayaan alami.

Post Modern

Sumber: Menara Phinisi dok UNM
Arsitektur post-modern merupakan gerakan yang berkembang pada abad ke-20 yang dicirikan dengan campuran gaya klasik dan modern. Arsitek kenamaan Inggris, Charles Jencks, menyebutkan, arsitektur post-modern memiliki beberapa karakteristik, di antaranya (1) disharmonious harmony, (2) pluralism, (3) continuum between the past and present, (4) urbane urbanism, (5) reinterpretation of tradition, dan lain sebagainya.

Salah satu contoh arsitektur bergaya Post-Modern adalah Menara Phinisi milik Universitas Negeri Makassar. Bagunan yang diresmikan pada 2013 lalu ini, mengambil konsep perahu khas suku Bugis yang seringkali digunakan dalam mengarungi lautan Indonesia. Kemudian, mengenai filosofi arsitekturnya sendiri diambil dari rumah tradisional Makassar yang terdiri dari tiga bagian, yakni kolong/awa bola, badan/lotang, dan kepala/rakkeang. Tiga bagian tersebut tidak lepas dari struktur kosmos, yakni alam bawah, alam tengah, dan alam atas. 

Kontemporer

Sumber: Museum Tsunami dok Museum Tsunami Aceh
Arsitektur kontemporer merupakan gaya bangunan abad ke-21 yang berkembang dengan menyesuaikan tren masa kini. Berbagai bangunan yang mengusung konsep kontemporer dikerjakan dengan gaya yang berbeda-beda sehingga tidak ada satu gaya yang mendominasi. Meski begitu, saat ini arsitektur kontemporer banyak mengadaptasi teknologi canggih dan bahan bangunan yang modern.

Di Indonesia, ada banyak contoh bangunan kontemporer yang menghadirkan keunikan tersendiri. Salah satunya adalah museum Tsunami di Aceh karya arsitek sekaligus Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil. Interior Museum Tsunami membawa konsep tunnel of sorrow yang menggiring pengunjungnya ke dalam renungan akan musibah dahsyat yang menimpa warga Aceh 2004 silam.

  • Green Architecture

Sumber: Bandar Udara Banyuwangi dok Budi Candra Satya
Salah satu gaya arsitektur yang berkembang pada model kontemporer adalah Green Architecture. Arsitektur ini berusaha meminimalkan dampak negatif lingkungan sebuah bangunan dengan melakukan efisiensi dan moderasi penggunaan bahan, energi, ruang pengembangan, dan ekosistem secara luas.

Di Indonesia beberapa bangunan besar telah mengaplikasikan konsep Green Architecture, misalnya bandar udara Banyuwangi. Bandara yang dibuka mulai 2010 yang digarap dengan berkolaborasi dengan arsitek kenamaan, Andra Matin ini diklaim menjadi bandara hijau pertama di Indonesia. Konsep hijau bandara yang terinspirasi bentuk ikat kepala suku Osing (suku asli Banyuwangi) ini  terlihat dari atap terminal yang penuh dengan tanaman, konservasi air, dan sunroof yang menjadi sumber pencahayaan alami.

Art Deco

Sumber: Villa Isola dok Ayo Bandung
Istilah Art Deco pertama kali dikenal kala Pameran Internasional Seni Dekorasi Modern dan Industri di Paris pada 1925. Gaya Art Deco umumnya didominasi oleh bentuk geometris dengan garis-garis yang tegas. Selain itu, juga ada bentuk lain yang menjadi bagian dari aliran ini, yaitu bentuk zigzag, puzzle, dan trapezoid.

Umumnya, desain Art Deco mengusung warna-warna cerah pada furnitur, keramik, dinding, dan lainnya. Di Indonesia, salah satu bangunan yang bergaya Art Deco adalah vila Isola yang kini difungsikan sebagai gedung rektorat Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Bangunan karya Prof. Wolff Schoemaker itu merupakan salah satu ikon bersejarah Kota Bandung yang menjadi saksi perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia.
Sumber: The Hermitage dok Destinasian
Di samping itu, bangunan lain yang mengusung konsep Art Deco adalah The Hermitage Hotel di Menteng, Jakarta Pusat. Hotel yang dibangung sekitar tahun 1920-an ini telah dijadikan warisan budaya sehingga arsitekturnya dilarang untuk diubah. Hotel ini tetap mempertahankan fasad bergaya Art Deco seperti sedia kala.
Demikianlah ragam gaya arsitektur di Tanah Air dari masa ke masa. Ragam gaya tersebut tak lepas dari pengaruh dari dunia luar yang kemudian turut dipadukan dengan kekayaan tradisi dalam negeri.
Drag to resize
Created with