Memandang Hidup dan Keberagaman Melalui Kaca Mata Agan Harahap

Abi Ardianda
Sadarkah Anda bahwa kita semua memaknai kesuksesan dengan cara yang berbeda-beda. Sebagian besar dari kita mungkin memandang materi sebagai tolak ukur sukses atau tidaknya seseorang. 
Apabila demikian, tentu setelah menyelesaikan kuliah jurusan DKV Agan Harahap akan bekerja di sebuah agensi dan bekerja seperti yang dilakukan kebanyakan teman-temannya pada saat itu. Namun, Agan mengaku bahwa dirinya memang berbeda. Panggilan hidupnya sebagai seniman kemudian menuntunnya untuk selalu mengambil keputusan-keputusan yang dipandang tidak umum, namun dirinya yakin keputusan itu merupakan pilihan paling tepat baginya. Bagaimana Agan menjalani hidup dengan memegang idealismenya sebagai seniman? Mampukah dia menjalani idealism tersebut di dunia komersil? Simak perjalanan lengkapnya bersama KARENA.ID!

Mendengarkan Panggilan Hidup

Agan Harahap mengambil keputusan dalam hidupnya berdasarkan panggilan hidup. Selain jalur karir, keputusan lainnya yang dianggap penting adalah pindah ke Yogyakarta. Tanpa ada hal mendesak, Agan dapat tiba-tiba memutuskan untuk pindah ke Yogyakarta begitu saja. Sebab baginya, Yogyakarta merupakan kota yang mendukung gaya hidupnya sebagai seniman. Tidak sebesar Jakarta, tentu saja, Yogyakarta selama ini diakuinya telah membantunya untuk berkembang. Di antara kelokan mungilnya, Yogyakarta mempertemukan Agan dengan orang-orang berpengaruh dalam perjalanan karirnya. Meski tidak selalu mudah, mendengarkan panggilan dalam hidup untuk menjadi seniman sekaligus pindah ke Yogyakarta telah membuatnya bahagia.

Bukan tidak pernah terjun ke dunia korporat. Agan juga pernah menjadi fotografer di MRA grup, namun dia mengaku baru mempelajari ilmu fotografi setelah menjadi fotografer. Karena, pada awalnya, Agan tidak begitu antusias dengan dunia fotografi. Minat agan lebih menjurus pada apa yang bisa dihasilkannya dari sebuah foto itu sendiri. Akhirnya, Agan mengumpulkan ratusan foto, membuat modifikasi, kemudian menggabungkannya. Hasil dari kombinasi tersebut kemudian melahirkan sebuah karya seni baru yang maknanya tidak kalah dari yang dikandung oleh foto itu sendiri. 

Mendengarkan panggilan dalam hidup membuat Agan Harahap bahagia.

Riset, Riset, Riset!

Pekerjaan yang ditekuni Agan selama ini mungkin terkesan sepele. Namun, di balik setiap karyanya, Agan mengaku selalu melalui serangkaian riset. Riset membantunya dalam menyusun kerangka, sehingga karyanya dapat hadir sesuai sasaran. Dengan riset, Agan tahu sejauh mana dia dapat memasang batas. Bagi Agan, proses riset seumpama peta dalam perjalanan yang ia tempuh. Mustahil baginya sebuah karya lahir tanpa riset.

Salah satu karya yang meroketkan namanya sebagai seniman adalah sebuah pameran di Galeri Nasional. Lalu, sebuah pameran fotografi yang menerbangkannya ke Portugal pada tahun 2008. Sehingga selama ini, penawaran selalu mendatangi Agan, bukan sebaliknya. Para kurator, dengan konsep yang telah dibuat, akan menghubungi Agan dan menanyakan apa Agan dapat menyertakan diri dalam pameran tersebut. Tidak semua pameran berujung pada penjualan karya, sebab pada festival di Portugal, misalnya, foto-foto yang telah dipamerkan kemdian dirobek untuk menghindari pameran tanpa izin. Karena Agan memiliki file berupa soft copy, hal tersebut tentu menjadi tidak masalah.

Dari mana Agan mendapat inspirasi untuk menciptakan karya-karyanya? Bagi Agan, ide datang secara ajaib. Bisa melalui curhatan teman sampai timeline Facebook. Atau baca buku dan menonton film. Agan juga percaya bahwa masyarakat dapat mengukur kedalaman intelektualitas seorang seniman dengan cara melihat karya yang dibuatnya. Bukan hanya itu, kita juga dapat mencari tahu apa saja yang memengaruhinya selama proses kreatif pembuatan karya tersebut. 
Proses riset seumpama peta perjalanan yang sedang ditempuh.

Fokus Berkarya Saja, Bisnis adalah Bonus

Saran yang dapat diberikan Agan kepada kawan-kawan yang juga memiliki keinginan untuk menjadi seniman sepertinya adalah dengan fokus berkarya. Buat sesuatu yang jujur, dari hati, dan pusatkan perhatian padanya. Apabila karya tersebut dapat menghasilkan materi, anggaplah itu sebagai bonus. Sebab apabila dari awal kita sudah mengharapkan materi, hal tersbut akan memengaruhi kualitas suatu karya. Maka dari itu, Agan juga tidak pernah muluk-muluk untuk dapat memiliki gaya hidup mewah dengan jumlah materi yang berlimpah. Dia mengaku hanya ingin dapat hidup dengan cukup dan sederhana, tidak perlu berlimpah. Yang penting dirinya dan orang-orang di sekitarnya diliputi kedamaian dan kebahagiaan batin.

Terbukti, dari niat tersebut, belum lama ini karyanya berhasil dibeli oleh sebuah museum di Berlin, dengan nama Hamburger Bahnhof, museum für Gegenwart. Dalam karyanya, Agan memadu padankan paras-paras kaukasian menggunakan pakaian tradisional Indonesia sementara paras-paras lokal Tanah Air menggunakan pakaian dari Eropa. Agan mengaku tidak ada pesan khusus yang coba disampaikannya melalui karyanya yang satu ini. Ia secara sederhana hanya ingin menyampaikan bahwa meski berbeda suku dan bangsa, kita tetap satu.

Karya lain yang saat ini sedang digarap Agan menyinggung soal isu pornografi dengan menggali ranah budaya. Melalui risetnya, agan ingin menghadirkan sebuah karya seni visual yang mengajak orang untuk merenungkan kembali makna pornografi yang mereka pahami. Sebab, apabila kita telisik, setiap budaya di negeri sendiri juga memiliki karakter tersendiri yang memamerka lekuk tubuh manusia, namun dalam misi perayaan estetika, bukan pornografi. Pikiran kita sebagai penanggap yang kemudian menyimpulkannya sebagai pornografi. Jebakan-jebakan semacam itu diakui Agan menjadi eksplorasi menyenangkan dalam proses kreatifnya melahirkan suatu karya.

Mendengar kisah hidup Agan, apakah kini Anda dapat menemukan apa panggilan hidup Anda sendiri? Siapkah Anda konsisten menjalaninya? Temukan kisah inspiratif lain dari beragam tokoh yang telah kami pilih hanya untuk Anda hanya di KARENA.ID.

Created with